Pada artikel ringan kali ini saya ingin berbagi pengalaman saat berusaha melakukan proses perbaikan data atas kesalahan penulisan luas tanah pada sertifikat/buku tanah. Jadi jika man-teman, saudara, kerabat ada yang sedang menghadapi masalah serupa dan bertanya apakah kesalahan cetak pada sertifikat dapat diperbaiki? Silahkan baca terus secara perlahan hingga tuntas artikel ini hanya disini di blog putihbening.blogspot.com.
Kesalahan Data Luas Tanah Pada Sertifikat/Buku Tanah
Jadi awal mula ceritanya beberapa waktu yang lalu Alhamdulillah saya berkesempatan membeli sebidang tanah beserta bangunan rumah yang berdiri diatasnya. Sebelum melakukan transaksi sudah barang tentu saya memeriksa sertifikat tanah tersebut. Ada beberapa hal yang menarik dari hasil pemeriksaan dokumen tersebut.
Pada sertifikat, terdapat dua bagian yang mencantumkan luas tanah, yakni pada kiri bawah halaman pertama dari buku tanah. Kemudian luas tanah juga tertulis pada bagian halaman surat ukur tanah. Dari keduanya saya dapati luas tanah yang tertulis berbeda dengan yang dikatakan oleh penjual yakni si pemilik tanah.
Dari lembar Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang PBB saya lihat bahwa luas tanah adalah 184 m2. Angka inilah yang dijadikan pegangan oleh si pemilik saat menawarkan rumahnya yang hendak dijual pada saya. Sedangkan pada sertifikat luas tanah yang tertulis jauh lebih luas yakni 511 m2 !!! Setelah melihat langsung dan mengukur kira-kira luas bidang tanah, saat itu saya meyakini bahwa data luas tanah yang tertulis di sertifikat/buku tanah adalah yang salah. Singkat cerita ahirnya transaksi jual beli ini tetap saya lanjutkan.
Sebagai tambahan informasi, tampaknya sertifikat yang diterbitkan untuk tanah yang saya akan beli ini melalui proses ajudikasi. Dengan bahasa sederhana proses ajudikasi kurang lebih adalah proses pengumpulan data dan penetapan data fisik dan yuridis atas bidang tanah dalam rangka pendaftaran dan penerbitan buku tanah untuk pertama kalinya. Data yang tertulis di sertifikat menunjukkan proses ajudikasi dilakukan pada sekitar tahun 1996/97.
Biasanya proses ini dilakukan masal pada suatu daerah, desa ataupun kampung. Jadi saya berprasangka baik bahwa bisa jadi saat itu para petugasnya sangat sibuk dengan banyaknya bidang tanah yang harus diukur hingga terjadilah salah ketik pada buku tanah dan surat ukur saat penerbitan sertifikatnya :-)
Prosesnya Ribet !!
Terlepas dari kesibukan sehari-hari, jujur aja saya agak males berurusan dengan birokrasi untuk mengurus perbaikan sertifikat seperti ini makanya saat itu saya menggunakan jasa orang lain (calo/biro jasa) untuk mengurus hal tersebut. Namun setelah lebih dari sekitar empat bulan berlalu saat saya follow-up ternyata gak ada perkembangan yang signifikan dari proses tersebut.
Menurut beliau kesalahan data luas tanah memang lebih susah diperbaiki ketimbang kesalahan penulisan data lain semisal nama ataupun alamat, sehingga prosesnya memang ribet alias jauh lebih sulit karena harus mengukur ulang tanah terlebih dahulu lah, harus mencari dan memeriksa terlebih dahulu surat ukur tanah yang salah lah, bla bla bla dan beberapa proses lainnya.
Karena gak sabar, ahirnya saya meminta semua dokumen dikembalikan dan saya berniat untuk mencoba mengurusnya sendiri. Sebelumnya saya memang sudah mendengar bahwa saat ini sudah banyak perubahan positif di kantor BPN tempat mengurus perbaikan sertifikat buku tanah ini, jadi saya pikir itung-itung ingin membuktikan sendiri apakah memang benar demikian kabar tersebut.
Impresif
Kesan pertama saat saya masuk ke kantor BPN (gak usah disebut lah ya wilayahnya... nanti mereka GR lagi hihihihi) lumayan positif karena kantor ini terlihat nyaman dan profesional. Semua pengunjung diharuskan mengambil nomer antrian. Well siapa sih yang senang mengantri? tapi kalau mengantri tapi dengan kepastian dengan telah memiliki nomer antrian seperti ini rasa-rasanya akan jauh lebih menenangkan hati, setuju????
Di kantor BPN ini terdapat belasan loket yang dilayani para petugas dengan penampilan menarik. Petugas pria mengenakan kemeja lengan panjang rapih plus menggunakan dasi, sedangkan petugas wanita mengenakan 2-pieces dress sopan dan rapih ala-ala mbak-mbak SCBD Sudirman. Pokoknya penampilan kantor dan petugas yang melayaninya cukup representatif lah :-)
Masing-masing loket mengurus permasalahan yang berbeda. Selain loket-loket tersebut juga tersedia meja khusus untuk customer service. Meja inilah yang pertama saya tuju karena terus terang saya saat itu gak tau harus mengambil nomer antrian untuk loket yang mana. Setelah menerangkan maksud tujuan saya, ahirnya saya diarahkan oleh petugas customer service tersebut ke loket yang tepat.
Ruangan utama tempat loket berada lumayan luas dengan udara sejuk hasil hembusan angin AC sentral. Beberapa banner bertuliskan kampanye bahwa kantor BPN ini adalah kawasan anti pungli (pungutan liar) terpasang rapih di beberapa sudut ruangan. Di depan loket tersedia juga banyak kursi empuk untuk para tamu yang sedang menunggu nomer antriannya dipanggil.
Proses Panjang Berliku
Secara umum untuk kasus perbaikan kesalahan penulisan data luas tanah pada buku tanah membutuhkan dua proses utama yakni :
- melakukan pengukuran ulang tanah untuk membuktikan luas tanah yang sebenarnya
- dan melakukan pengetikan perbaikan pada bagian data luas tanah yang salah di sertifikat
Pada kunjungan pertama saya di pertengahan bulan September 2019 petugas loket memberikan informasi tentang dokumen-dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan proses pertama yaitu :
- Foto copy KTP dan KK
- Sertifikat asli
- Surat Permohonan untuk melakukan pengukuran ulang tanah
- Surat kuasa
Untungnya untuk template surat permohonan dan surat kuasa telah disediakan oleh petugas loket, jadi saya tinggal melengkapinya saja. Mengapa dibutuhkan surat kuasa walaupun dalam hal ini tanah tersebut telah saya beli? Karena sertifikat belum di balik nama, jadi saya dalam kapasitas sebagai pemohon pengukuran ulang tanah tetap harus meminta kuasa dari pemilik lama. Agak aneh ya, namun memang masuk akal juga sih hihihihihi.
Pada ahir bulan September 2019 kembali saya datang ke kantor BPN dengan membawa lengkap semua dokumen yang diminta. Setelah mengantri lumayan lama ahirnya nomer antrian saya dipanggil. Setelah memeriksa kelengkapan dokumen, petugas loket lalu mengarahkan saya ke loket lain untuk melakukan pencetakan'plotting'
Lembar cetakan plotting bidang tanah dari printer berwarna ini pada dasarnya berisi data pemilik tanah yang ada di database BPN. Lembar tersebut berisi informasi apakah tanah tersebut merupakan kawasan hutan? apakah tanah pemerintah? apakah aset pemerintah? zonasi RTRW dan juga peta lokasi bidang tanah dilihat dari atas mirip dengan tampilan peta pada google map.
Dalam hati saya bergumam, "waaaah canggih juga ya system dan database milik BPN." Untuk proses pencetakan ini saya gak dikenakan biaya sama sekali alias g.r.a.t.i.s.
Lembar cetak plot bidang tanah ini saya serahkan kembali ke loket sebelumnya. Petugas loket lalu memberikan selembar kertas berjudul 'Surat Perintah Setor' yang berisikan biaya resmi yang saya harus bayar untuk melakukan proses pengukuran ulang dan pemetaan bidang tanah. Kebetulan bank rekanan tempat membayar tagihan juga berada di area kantor BPN. Ternyata biayanya gak terlalu mahal, hanya sebesar Rp. 202.200,-
Setelah melakukan pembayaran, saya datang kembali ke loket untuk menyerahkan struk bukti pembayaran. Petugas loket lalu membuatkan surat tanda terima penyerahan dokumen. Walaupun baru sampai tahap pendaftaran pengukuran ulang, namun dalam hati saya merasa puas karena paling tidak dengan telah tercatatnya permohonan tersebut di system BPN itu artinya langkah kongkrit sudah mulai berjalan, bandingkan dengan biro jasa yang pernah saya gunakan dimana selama hampir 4 bulan tanpa hasil apapun.
Kembali Menunggu
Pada sekitar ahir bulan Oktober 2019 saya dihubungi oleh petugas lapangan pengukuran tanah. Kita sepakati awal bulan November 2019 akan melakukan pengukuran langsung di lapangan. Untuk proses pengukuran ini juga harus dihadiri tetangga pemilik lahan di sekeliling lokasi tanah yang hendak diukur dan juga ketua RT setempat. Mereka akan ikut menandatangani persetujuan batas bidang tanah.
Setelah proses pengukuran selesai, hati rasanya makin plong. Walaupun masih ada banyak proses berikutnya, namun paling tidak sudah ada kemajuan .
Satu minggu, dua minggu, tiga minggu, satu bulan, dua bulan telah berlalu. Bahkan tahunpun telah berganti. Semenjak pengukuran ulang belum juga ada kabar dari kantor BPN. Saat di pertengahan bulan Januari 2020 saya mencoba menghubungi petugas lapangan yang melakukan pengukuran. Beliau mengabarkan bahwa hasil pengukuran telah diserahkan ke atasannya dan menyarankan saya menanyakan langsung ke kantor BPN.
Mulailah babak dan pertualangan baru. Terhitung dari bulan Januari 2020 nyaris hampir setiap satu bulan sekali saya sempatkan mengunjungi meja customer service kantor BPN mencari informasi perkembangan proses selanjutnya dari hasil pengukuran ulang tanah. Sangking lumayan seringnya mengunjungi kantor BPN, sampai-sampai saya mulai hafal lokasi kantin untuk membeli segelas kopi sekedar untuk menghilangkan kebosanan saat menunggu nomer antrian dipanggil hihihihihi. Di masa pandemi covid-19 ruang tunggu pengunjung kantor BPN telah dipindahkan ke halaman luar, jadi sudah tidak senyaman dulu lagi.
Sampai pada kunjungan saya di minggu ke-2 bulan September 2020 informasi yang saya dapatkan masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Petugas customer service yang membantu memeriksa mengatakan bahwa hasil proses pengukuran ulang tanah masih ada di bagian EDP. Namun tidak lama berselang, kalau tidak salah menjelang ahir bulan September 2020 saya ditelepon oleh salah seorang petugas BPN yang meminta saya untuk datang mengambil surat persetujuan hasil pengukuran ulang tanah untuk ditandatangani oleh pemilik tanah di atas materai. Wuihhhhh ahirnyaaaaaa.....
Hasil pengukuran ulang yang telah dilakukan pihak BPN ternyata menunjukkan luas tanah lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan hasil pengukuran dengan metode sederhana yang saya lakukan saat dulu pertama kali survey lokasi dan juga lebih kecil jika dibandingkan dengan yang tertulis di Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang PBB. Sempat kesal juga sih melihat hasil tersebut, tapi yaaa mau gimana lagi. Kebetulan memang bentuk bidang tanah tersebut tidak mulus persegi empat, namun terdapat beberapa bidang yang miring. Jadi sangat mungkin hasil perhitungan yang saya lakukan dulu tidak akurat.
Sinar Terang Mulai Terlihat
Kemudian saat kunjungan saya di bulan Oktober 2020, iseng-iseng saya mencatat nomer hotline service ATR/BPN melalui whatsapp dan email. Selama pandemi covid-19 ini kantor BPN memang menyarankan untuk menggunakan media tersebut untuk mengurangi kontak dengan pengunjung. Kebetulan saya juga memang mulai merasa nggak nyaman untuk keluar rumah dan bertemu banyak orang di masa pandemi. Makanya saya memutuskan untuk mulai menggunakan kedua media online tersebut untuk follow-up.
Walaupun awalnya gak terlalu yakin dan berharap banyak, ahirnya saya tulis email dan juga pesan melalui whatsapp ke nomer hotline service menanyakan perkembangan proses hasil pengukuran ulang tanah. Kabar buruk, email yang saya kirim bouncing alias mental kembali karena alamat email kab.xxxx@atprbpn.go.id tidak terdaftar, hahahahaha kacau euy. Sedangkan status pesan melalui WA terkirim dan diterima namun tidak ada respon balik.
Saat itu saya tetap berusaha berprasangka baik, karena menurut saya, jika memang kantor BPN ini telah melaksanakan proses tata kelola yang baik pasti saat penyerahan berkas di bulan September 2019 dulu telah tercatat di system mereka dan juga nomer hotline yang telah disediakan pastilah ada petugas yang memantaunya.
Hasil kesabaran saya mulai membuahkan hasil, menjelang liburan natal dan tahun baru 2020 saya dihubungi petugas hotline BPN yang memberitahukan bahwa surat berita acara penelitian lapangan dan PBT (peta bidang tanah) terbaru sudah siap diambil di loket khusus pengambilan dokumen. Alhamdulillah, ternyata dugaan saya benar, nomer hotline whatsapp BPN memang ada yang memantau :-)
Terlepas dari lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses penerbitan peta bidang tanah sebagai hasil pengukuran ulang tersebut, saya tetap mengapresiasi semua petugas BPN yang terlibat dalam proses tersebut. Terus terang saat dulu memutuskan untuk mengurus sendiri tanpa menggunakan calo, saya sadar proses ini tidak mungkin selesai dalam hitungan hari, tapi saya sama sekali beneran gak menduga kalau prosesnya akan membutuhkan waktu sebegitu lama. Namun demikian saya tetap mencoba berprasangka baik, mungkin saja memang beban kerja di kantor BPN sedang sangat banyak sehingga saya harus sabar menunggu lebih kurang 1 tahun 3 bulan !!!
Walaupun proses ini barulah proses pertama dari proses perbaikan kesalahan data pada sertifikat dan buku tanah, namun dalam hati saya merasa puas sudah melakukannya sendiri tanpa menggunakan calo ataupun biro jasa. Apalagi jika mengingat bahwa untuk proses yang berliku ini saya hanya mengeluarkan biaya resmi sebesar Rp. 202.200 saja.
Perbaikan Buku Tanah
Karena masih ganasnya penyebaran virus corona yang membuat saya enggan untuk keluar rumah dan juga karena kesibukan lain, barulah pada pertengahan bulan Mei 2021 saya kembali mengunjungi kantor BPN untuk meneruskan pertualangan.
Sepertinya proses perbaikan kesalahan data luas tanah seperti yang saya sedang lakukan ini bukan merupakan proses yang sering terjadi, karena saya sempat diarahkan ke beberapa loket yang berbeda. Masing-masing loket memberikan informasi yang juga berbeda terkait langkah-langkah yang saya harus lakukan. Sampai ahirnya saya mendatangi loket dan petugas yang tepat untuk urusan ini. Dari petugas loket yang ramah dan helpful ini saya diminta menyiapkan dokumen-dokumen berikut :
- Fotocopy KTP, KK pemilik tanah (nama yang tertulis di sertifikat)
- Fotocopy KTP, KK pembeli
- Sertfikat tanah yang asli
- Surat permohonan proses perbaikan buku tanah
- Dokumen pengukuran serta peta bidang tanah
- Surat berita acara penelitian lapangan
- Bukti pembayaran PBB terahir
Beberapa hari kemudian setelah semua dokumen yang diminta telah komplit, setelah jam makan siang kembali saya mendatangi loket yang sama di kantor BPN. Sama seperti saat penyerahan berkas dokumen pada proses pertama kali dulu, kali inipun saya diberi selembar surat perintah setor. Man-teman mau tau berapa biaya resmi untuk pengurusan perbaikan buku tanah? ternyata hanya sebesar Rp. 50.000,- Ya, hanya sebesar lima puluh ribu rupiah saja. Wow lumayan kaget saat tau betapa murahnya biaya yang saya harus bayarkan.
Saat itu saya ingat betul jam sudah menjelang pukul 14.00 siang, dengan setengah berlari saya menuju bank yang berada di dalam kantor BPN saat dimana petugas bank tempat saya akan membayar tagihan tersebut sudah bersiap menutup konternya. Alhamdulillah petugas bank masih mau menerima transaksi pembayaran milik saya. Andai telat satu menit saja saya tiba disana itu artinya saya harus akan datang kembali keesokan harinya hahahaha.
Setelah melakukan pembayaran segera saya datangi kembali menuju loket pelayanan BPN untuk menyerahkan struk bukti pembayaran. Petugas loket kemudian memberikan surat sakti favorit saya yakni surat tanda terima dokumen. Mengapa saya sebut sebagai surat sakti? karena pada surat tersebut terdapat informasi penting berupa nomer penyerahan berkas yang akan saya gunakan nantinya saat follow-up melalui nomer whatsapp hotline BPN.
Rutinitas berikutnya yang saya lakukan adalah setiap dua minggu sekali saya menghubungi nomer whatsapp hotline BPN, mengirimkan foto surat tanda terima dokumen dan menanyakan perkembangan prosesnya. sampai ahirnya pada tanggal 29 Juli 2021 saya dihubungi petugas hotline yang memberitahukan bahwa sertifikat saya telah selesai diperbaiki dan dapat diambil di loket khusus pengambilan dokumen kantor BPN.
Sekedar tambahan informasi, perbaikan data buku tanah dilakukan pihak BPN dengan mencoret pada bagian yang salah dan mengetik ulang dengan data luas tanah yang benar baik itu pada halaman pertama buku tanah dan juga pada halaman surat ukur.
Alhamdulillah ... ahiiirnyaaaaa selesai juga proses yang panjang berliku ini hahahahaha. Saya pikir masa menunggu selama dua bulan masih oke lah, dan kembali saya mengapresiasi semua petugas BPN yang terlibat untuk menyelesaikan proses permohonan perbaikan sertifikat buku tanah milik saya.
Kesimpulan dan Penutup
Untuk saya pribadi pengalaman berharga ini akan menjadi pelajaran kalau nantinya andai saya punya rezeki dan bisa membeli aset tanah lagi untuk selalu memeriksa dengan cermat sertifikatnya. Sebisa mungkin jangan sampai ada kesalahan data pada sertifikat tersebut. Walaupun kesalahan data penulisan luas tanah bukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki namun akan membutuhkan effort dan waktu lumayan banyak terbuang untuk mengurus perbaikannya.
Total biaya yang saya harus bayar untuk seluruh proses perbaikan kesalahan data luas tanah ini tidaklah terlalu mahal yakni hanya sebesar Rp. 252.200 saja. Jumlah tersebut merupakan biaya resmi dan uang pembayaran tersebut pastinya akan masuk ke negara bukan ke rekening pribadi oknum.
Mungkin opini recehan dari saya berikut ini akan terkesan sok idealis, namun menurut saya jika ingin negara ini lebih maju, makin tertib dan makin beradab, maka saat kita akan mengurus sesuatu di sebuah instansi kantor pemerintahan sebisa mungkin untuk mengurus sendiri tanpa menggunakan calo (kecuali kalau memang terpaksa misalnya kita tidak punya waktu hehehehe) dan juga tidak memberikan uang tips berapapun nilainya kepada petugas yang melayani kita.
Cheers,
mantel
Posting Komentar
Posting Komentar